Shock! Mungkin itulah respon kita mengawali berita
pembunuhan di Paris, Perancis. Saya mendapatkan berita tersebut pertama kali
dari seorang rekan di grup Whatsapp. Dan seketika grup itu menjadi ramai dengan
diskusi. Ya! Kasus terorisme kembali terulang. Pembunuhan massal dengan aksi
teror memang selalu mencekam kita. Bagaimana tidak. 129 orang tewas. Dan
kejaidan ini bisa terjadi dimanapun, kapanpun, dan oleh siapapun. Kita tidak
bisa mendeteksi hal ini. Toh, badan intelegent dunia pun tak mampu mengendus
kejadian ini.
Dalam kejadian ini sebagai masyarakat awam, saya mencoba
melakukan analisa dan pelajaran yang dapat kita peroleh.
1. Balas
dendam
Di dalam running teks salah satu media
berita local Indonesia tertulis bahwa ISIS-lah yang melakukan aksi tersebut
dengan alasan bahwa kebijakan Perancis telah membuat banyak orang lain
menderita. Tentu ini ada hubungannya dengan kasus di Suriah. Tidak hanya itu.
Perancis juga dinilai telah melecehkan seorang nabi dari kelompok Muslim. Kita
tidak akan membahas lebih jauh masalah politiknya. Tapi ini jelas. Sebuah
kelompok melakukan pembalasan atas apa yang terjadi sebelumnya.
Balas dendam! Kata ini tidak asing di
telinga kita. Kisah Paris hanyalah bagian peristiwa besar yang didorong melalui
motif yang sehari-hari terjadi disekitar kita. Pembalasan dendam. Semua orang
bisa melakukannya. Dari rekan kerja yang dendam kepada bosnya. Menantu yang
balas dendam kepada mertuanya. Atau bahkan anak yang balas dendam kepada orang
tuanya.
Apakah balas dendam menyelesaikan masalah?
Tidak! Balas dendam hanya membuat masalah lebih besar. Dan balas dendam
hanyalah berujung kepada kepuasan diri sendiri. Tentu ada tertulis. ‘Janganlah
membalas kejahatan dengan kejahatan, balaslah kejahatan dengan kebaikan dan
berdoalah bagi musuhmu’. Pembalasan adalah hak Tuhan.’
Sakit hati, ketidak adilan, konflik selalu
aka nada disekeliling kita. Namun hari ini marilah kita bersama mendoakan orang
yang menyakiti hati kita. Saya tahu tidak mudah. Tapi lihatlah bahwa Tuhan
tidak perlu ditolong. Dia akan menyingkapkan kebenaran dan memberikan berkatnya
bagi mereka yang teraniaya.
2. Radikalisme
Bagi beberapa orang kata radikal
berkonotasi negatif. Para teroris ini mengambil langkah yang radikal. Mereka
berani membayar keyakinan merka dengan nyawa mereka sendiri. Mereka mengambil
langkah yang radikal. Orang-orang ini terlalu yakin dengan apa yang mereka
percaya.
Satu sisi ini bisa berkonotasi negatif.
Tapi mari kita lihat sisi lainnya. Orang-orang seperti ini tahu benar bahwa
kehidupan yang hanya satu kali ini tidak bisa dijalani dengan kemunafikan. Saya
bukan membela tindakan yang yang dilakukan para teroris ini. Tapi coba kita
lihat secara utuh.
Seorang filsuf pernah berkata: ‘I do what I
think and I think what I believe’ – aku melakukan apa yang kufikirkan dan apa
yang kufikirkan adalah apa yang kupercaya.
Manusia hidup didorong dengan motif dari
hati. Dari hatilah muncul kehidupan. Orang-orang seperti ini bekerja dan
berfikir selaras. Maka kita sebut dengan integritas. Apa yang difikir, diucap
dan dilakukan selalu sama.
Berapa banyak dari kita hidup dalam
kosmetika kehidupan. Wajah kita begitu cantik dengan topeng yang kita kenakan.
Dari luar terlihat baik tapi di dalam sebenarnya sangat buruk. Dari luar
terlihat seperti sebuah kuburan yang rapih dengan batu nisan dari keramik
mahal, tetapi di dalam isinya adalah tulang belulang dan mayat manusia. Begitu
pandai dan manis berbicara, tetapi menikam dari belakang.
Kita setuju. Tindakan terorisme tidak dapat
ditoleransi. Tapi lihatlah. Orang-orang ini memilih untuk melepaskan topeng dan
hidup seperti apa yang mereka yakini. Bagaimana dengan kita? Apakah kita lebih
baik dari mereka? Tunjukkanlah imanmu melalui perbuatan-perbuatanmu, amak aku
akan menunjukkan imanku melalui perbuatan-perbuatanku.
3. Musibah
Kira-kira apakah yang ada di dalam benak
para penonton konser di Balactan, Paris malam itu? Adakah mereka tahu atau siap
dengan apa yang akan terjadi? Saya yakin tidak sama sekali. Beberapa dari
mereka sudah sejak lama menantikan konser dari band metal ini. Bahkan mereka
sangat antusias dengan segala persiapan dan kesenangan yang akan mereka nikmati
malam itu.
Namun apa yang terjadi. Segala kesenangan
itu tiba-tiba berubah dengan musibah. Petaka tak dapat dihindari. Nyawa pun
menjadi bayarannya.
Inilah hidup! Bukankah manusia hanyalah
bagaikan debu dan rumput yang hari ini ada dan besok tidak ada lagi? Ya! Inilah
kehidupan. Dunia ini hanyalah tempat singgah sementara. Hidup manusia demikian
rapuh dan sementara. Kejadian ini sebenarnya membuka mata kita untuk sadar
bahwa kapanpun kita sudah seharusnya siap. Tidak membuang waktu dan berbagi
hidup adalah cara kita untuk mempersiapkan diri kita. Sekali lagi. Tidak hanya
terorisme yang mengancam kita. Banyak hal yang mengancam diri kita. Kita tidak
tahu kapan kematian menjemput, tetapi kita tahu bahwa kematian akan datang.
Jangan menunda. Berbuat sesuatu selama kita hidup adalah cara memaknai
kehidupan yang sementara ini.
Written by: Joy Manik
No comments:
Post a Comment