Saturday, 30 January 2016

Artikel Kehidupan Terorisme 15 Nov 2015

Shock! Mungkin itulah respon kita mengawali berita pembunuhan di Paris, Perancis. Saya mendapatkan berita tersebut pertama kali dari seorang rekan di grup Whatsapp. Dan seketika grup itu menjadi ramai dengan diskusi. Ya! Kasus terorisme kembali terulang. Pembunuhan massal dengan aksi teror memang selalu mencekam kita. Bagaimana tidak. 129 orang tewas. Dan kejaidan ini bisa terjadi dimanapun, kapanpun, dan oleh siapapun. Kita tidak bisa mendeteksi hal ini. Toh, badan intelegent dunia pun tak mampu mengendus kejadian ini.
Dalam kejadian ini sebagai masyarakat awam, saya mencoba melakukan analisa dan pelajaran yang dapat kita peroleh.
1.      Balas dendam
Di dalam running teks salah satu media berita local Indonesia tertulis bahwa ISIS-lah yang melakukan aksi tersebut dengan alasan bahwa kebijakan Perancis telah membuat banyak orang lain menderita. Tentu ini ada hubungannya dengan kasus di Suriah. Tidak hanya itu. Perancis juga dinilai telah melecehkan seorang nabi dari kelompok Muslim. Kita tidak akan membahas lebih jauh masalah politiknya. Tapi ini jelas. Sebuah kelompok melakukan pembalasan atas apa yang terjadi sebelumnya.
Balas dendam! Kata ini tidak asing di telinga kita. Kisah Paris hanyalah bagian peristiwa besar yang didorong melalui motif yang sehari-hari terjadi disekitar kita. Pembalasan dendam. Semua orang bisa melakukannya. Dari rekan kerja yang dendam kepada bosnya. Menantu yang balas dendam kepada mertuanya. Atau bahkan anak yang balas dendam kepada orang tuanya.
Apakah balas dendam menyelesaikan masalah? Tidak! Balas dendam hanya membuat masalah lebih besar. Dan balas dendam hanyalah berujung kepada kepuasan diri sendiri. Tentu ada tertulis. ‘Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, balaslah kejahatan dengan kebaikan dan berdoalah bagi musuhmu’. Pembalasan adalah hak Tuhan.’
Sakit hati, ketidak adilan, konflik selalu aka nada disekeliling kita. Namun hari ini marilah kita bersama mendoakan orang yang menyakiti hati kita. Saya tahu tidak mudah. Tapi lihatlah bahwa Tuhan tidak perlu ditolong. Dia akan menyingkapkan kebenaran dan memberikan berkatnya bagi mereka yang teraniaya.

2.       Radikalisme
Bagi beberapa orang kata radikal berkonotasi negatif. Para teroris ini mengambil langkah yang radikal. Mereka berani membayar keyakinan merka dengan nyawa mereka sendiri. Mereka mengambil langkah yang radikal. Orang-orang ini terlalu yakin dengan apa yang mereka percaya.
Satu sisi ini bisa berkonotasi negatif. Tapi mari kita lihat sisi lainnya. Orang-orang seperti ini tahu benar bahwa kehidupan yang hanya satu kali ini tidak bisa dijalani dengan kemunafikan. Saya bukan membela tindakan yang yang dilakukan para teroris ini. Tapi coba kita lihat secara utuh.
Seorang filsuf pernah berkata: ‘I do what I think and I think what I believe’ – aku melakukan apa yang kufikirkan dan apa yang kufikirkan adalah apa yang kupercaya.
Manusia hidup didorong dengan motif dari hati. Dari hatilah muncul kehidupan. Orang-orang seperti ini bekerja dan berfikir selaras. Maka kita sebut dengan integritas. Apa yang difikir, diucap dan dilakukan selalu sama.
Berapa banyak dari kita hidup dalam kosmetika kehidupan. Wajah kita begitu cantik dengan topeng yang kita kenakan. Dari luar terlihat baik tapi di dalam sebenarnya sangat buruk. Dari luar terlihat seperti sebuah kuburan yang rapih dengan batu nisan dari keramik mahal, tetapi di dalam isinya adalah tulang belulang dan mayat manusia. Begitu pandai dan manis berbicara, tetapi menikam dari belakang.
Kita setuju. Tindakan terorisme tidak dapat ditoleransi. Tapi lihatlah. Orang-orang ini memilih untuk melepaskan topeng dan hidup seperti apa yang mereka yakini. Bagaimana dengan kita? Apakah kita lebih baik dari mereka? Tunjukkanlah imanmu melalui perbuatan-perbuatanmu, amak aku akan menunjukkan imanku melalui perbuatan-perbuatanku.

3.       Musibah
Kira-kira apakah yang ada di dalam benak para penonton konser di Balactan, Paris malam itu? Adakah mereka tahu atau siap dengan apa yang akan terjadi? Saya yakin tidak sama sekali. Beberapa dari mereka sudah sejak lama menantikan konser dari band metal ini. Bahkan mereka sangat antusias dengan segala persiapan dan kesenangan yang akan mereka nikmati malam itu.
Namun apa yang terjadi. Segala kesenangan itu tiba-tiba berubah dengan musibah. Petaka tak dapat dihindari. Nyawa pun menjadi bayarannya.
Inilah hidup! Bukankah manusia hanyalah bagaikan debu dan rumput yang hari ini ada dan besok tidak ada lagi? Ya! Inilah kehidupan. Dunia ini hanyalah tempat singgah sementara. Hidup manusia demikian rapuh dan sementara. Kejadian ini sebenarnya membuka mata kita untuk sadar bahwa kapanpun kita sudah seharusnya siap. Tidak membuang waktu dan berbagi hidup adalah cara kita untuk mempersiapkan diri kita. Sekali lagi. Tidak hanya terorisme yang mengancam kita. Banyak hal yang mengancam diri kita. Kita tidak tahu kapan kematian menjemput, tetapi kita tahu bahwa kematian akan datang. Jangan menunda. Berbuat sesuatu selama kita hidup adalah cara memaknai kehidupan yang sementara ini. 

Written by: Joy Manik

Saturday, 2 January 2016

Seri Kuliner: Makan Sate Kelinci

Seri Kuliner: Makan Sate Kelinci

Bandung belakangan ini sedang rajin-rajinnya diguyur hujan. Basah seluruh bumi dibuatnya tanpa kecuali. Begitu pula dengan hawanya yang secara drastis berubah menjadi sangat sejuk dan buat sebagian orang dingin. Sore itu saya baru pulang mengajar dari sebuah universitas setelah sebelumnya saya melakukan banyak aktivitas. Rasanya capai sekali dan ingin segera pulang ke rumah. Malangnya perut ini sudah rajin membunyikan belnya untuk segera diisi. Pikir-pikir kalau di rumah kemungkinan besar makanannya paling tinggal tahu atau tempe walaupun itu kesukaan saya tapi saya sedang tidak berselera.