Saturday 2 January 2016

Seri Kuliner: Makan Sate Kelinci

Seri Kuliner: Makan Sate Kelinci

Bandung belakangan ini sedang rajin-rajinnya diguyur hujan. Basah seluruh bumi dibuatnya tanpa kecuali. Begitu pula dengan hawanya yang secara drastis berubah menjadi sangat sejuk dan buat sebagian orang dingin. Sore itu saya baru pulang mengajar dari sebuah universitas setelah sebelumnya saya melakukan banyak aktivitas. Rasanya capai sekali dan ingin segera pulang ke rumah. Malangnya perut ini sudah rajin membunyikan belnya untuk segera diisi. Pikir-pikir kalau di rumah kemungkinan besar makanannya paling tinggal tahu atau tempe walaupun itu kesukaan saya tapi saya sedang tidak berselera.

Sambil perlahan-lahan mengendarai motor mengarungi lalu-lintas yang macet karena 'banjir cileuncang' dan juga jam bubaran kantor, pikiran saya tidak henti-hentinya berpikir mau makan apa malam ini.
Semakin dekat ke rumah, semakin keras pikiranku bekerja. Akhirnya teringatlah saya akan sebuah tempat makan kecil yang usai lebaran kemarin saya kunjungi yaitu rumah makan yang khusus menyediakan masakan yang diolah dari daging kelinci.


Langsung setelah jelas tujuannya, pikiran dan perasaan pun berpadu menuju tempat tersebut. Untunglah tempat tersebut belum ramai dan sayapun segera memilih tempat duduk dan melihat-lihat menu yang ditawarkan. Menunya lumayan 'rame' dan kadang ada juga yang membuat kening berkerenyit seperti gulai kepala kelinci dan sambel goreng kuping kelinci. Rasanya seperti apa belum tahu karena saya berencana hari ini mau makan sate kelinci. Kemarin saya sudah mencoba bistik kelinci dan itu rasanya yahudd.

Akhirnya saya pesan 1 porsi sate kelinci (isi 8) berikut nasinya. Minumnya teh hangat. Pelayan rumah makan pun bergegas segera membuatkan pesanan saya dan tak lama bau daging dibakar menyeruak di udara. Bau yang sangat menggiurkan dan menggetarkan perut. Sekian menit kemudian pesananpun tiba. Benar-benar pemandangan yang mengesankan. Sebuah piring dari bambu berbentuk segi empat yang dialasi oleh daun pisang dan telah terisi setangkup nasi panas beserta delapan tusuk sate yang telah ditaburi bawang goreng. Sebagai pelengkapnya tampil piring kecil yang berisi kecap, potongan tomat, cabai, dan irisan bawang merah. Benar-benar luar biasa.

Kuambil setusuk sate dan kugigit dagingnya. Dagingnya yang putih tanpa lemak benar-benar terasa gurih. Ketika dikunyah terpancarlah sensasi rasa yang luar biasa nikmat dari daging tersebut. Tak terasa satu-persatu daging-daging yang menempel pada tusuk sate itu berpindah ke dalam mulut. Sebelum habis muncullah dilema baru apakah pesan lagi satu porsi atau tidak. Suatu kondisi yang tidak menyenangkan yang muncul dalam sesaat tetapi dalam sekejap daging yang lemah mengalahkan pikiran dan logika. Langsung mulutku tanpa dikomando berkata "Pesan satu porsi lagi."

Segera tanpa menunggu lama dan keinginan kuat dari tempat makan untuk melayani tamunya supaya makannya tidak terputus di tengah jalan, bau bakaran daging segera memenuhi udara sore yang lembab.Tepat sebelum sendokan nasi yang terakhir masuk ke mulut pesananpun tiba. Semangat makanpun kembali berkobar dan segera porsi kedua disantap habis. Puas bersantap malam saya kemudian menuju meja kasir dan membayar harga kenikmatan sesaat itu dan pulang ke rumah. Benar-benar sore yang luar biasa.

8 Oktober 2009


Sudah pernah dipublikasikan  di Seri Kuliner: Makan Sate Kelinci

No comments:

Post a Comment